Takmudah memang untuk memaafkan, ibarat kayu yang dipaku, mesti sudah dicabut tetep saja menyisakan lubang, apalagi kalo stelah dicabut lalu diulang dipaku lagi. Tapi kalo memang lubang itu harus ada sebagai balasan kesalahanku aku nerima kok. (AP, 6 Februari 2013)
terlalu besar cintaku, hingga ku taktahu betapa bodohnya aku.
hanya rasa memiliki yang mendorong aku untuk memeliharanya.
semenjak aku datang seolah semua jadi terkekang oleh aturan yg sejujurnya kita ga pernah sepakat.
kuning, pink, hijau, biru pun takmampu mewakili semuanya.
biarlah 2kuntum mawar yang merekah menghibur dalam gelapku.
akhirnya aku sadar satu hal.
aku yang lebih pantas harus minta maaf…
lihat sgalanya lebih dekat. Dan kau akan lebih bijaksana.
aku pun mulai nyaman berbicara pada dinding kamar.
tiap sudut menyapaku bersahabat.
pergilah dan kan kusimpan bayangmu, usaikan kisah kita.
mungkin kau taksadari kaulah alasan kutersenyum saat terjatuh.
dan suara burung hantu pun memecah hening malam.
rintik hujan membasahi bumi.
seolah mendengar tiap penyesalan atas tiap luka yang tertoreh.
tanpa sadar telah menyakiti banyak diri.
menunggu dan mengharap. Menunggu berarti sabar, berharap berarti doa.
ketika hukum (seharusnya) memihak, memihak kepada keadilan.
ketika nurani terdengar bernyanyi.
berdalih, bersembunyi dibalik tidak tahu, dan berujung mencari kambing (sepertujuh sapi) hitam.
maaf, maaf, maaf, takseharusnya aku sepeduli ini. #emangsayapeduli #emangsayasalah #emangsayamintamaaf