Berikut saya ketik ulang sebuah artikel dari surat kabar Suara Merdeka, saya lupa tanggalnya karena sudah terlanjur dipotong, niatnya mau dibikin kliping. Menurut saya menarik apa yang disampaikan oleh penulisnya tentang kekerabatan.
Kekerabatan
(oleh : Eko Budihardjo)
Kulanuwun. Tatkala diminta menjadi staf ahli Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) untuk menyusun penataan ruang kepulauan, saya agak terkejut tetapi juga merasa tersanjung. Ingatasnya banyak planolog andal yang masih aktif di Jakarta (UI), Bandung (ITB), Yogya (UGM), kok saya.planolog yang sudah purnatugas dari Semarang (Undip), yang ketiban pulung ya?
Urus punya urus, ternyata waktu seminar nasional “Smart Green City Planning” tahun silam, ada seorang tokoh Bappeda Kepri kesengsem atau terpukau pada paparan makalah saya. Rupa-rupanya dia lantas lapor bosnya. Ada catatan penting di sini; pelapor itu, bernama Mbak Evy, adalah alumnus Undip. Dan yang dilapori, bernama Mbak Venni, adalah alumnus UGM. Nah, saya kan alumnus UGM yang pernah menjadi Rektor Undip. Jadi ada nuansa “persekongkolan”, “primordialisme”, “kolusi”, namun dalam arti yang positif. Saya sih lebih suka menyebut dengan persahabatan, persaudaraan, atau lebih tepat lagi kekerabatan.
Berdasarkan prinsip hidup “tangkap setiap peluang yang lewat”, tentu saja saya langsung menyatakan siap, dengan satu syarat. Syaratnya, saya boleh memilih seorang asisten untuk membantu saya melaksanakan tugas tersebut. Begitu memperoleh persetujuan, saya langsung menunjuk Prof Edy Darmawan sebagai asisten. Di sini pun nampak ada nuansa kekerabatan, karena Pak Edy adalah bekas murid saya yang dulu pernah bareng-bareng moonlighting alias ngobyek di suatu biro konsultan ternama. Dia juga mengaku terkejut dan tersanjung serta menyatakan siap membantu
****
Memang kehidupan ini penuh kejutan yang sering tak terduga. Seperti yang diceritakan Pak Soesmono, mantan Wakil Gubernur Jawa Tengah, anggota Paguyuban Adiyuswa, berikut ini.
Terkisah seorang Ustadz dimintai tolong mengusir tiga hantu dari sebuah rumah tua. Ustadz pun datang, membaca Surat Yasin sambil konsentrasi memejamkan mata. Begitu selesai berdoa dan membuka mata, dua hantu langsung pergi menghilang. Hantu yang satu lagi bertahan di tempat.
Sang Ustadz ganti taktik, membaca keras-keras Ayat Kursi. Namun si hantu bandel, bergeming. Dibacakan lagi surah lain dengan lebih keras, tetap tidak berhasil. Eh, tiba-tiba dua hantu yang semula menghilang datang kembali menjemput teman mereka yang bertahan, sambil berkata,”Maaf, Pak Ustadz, teman saya yang satu ini tuli, tunarunggu, tidak bisa mendengar bacaan Ustadz.”
Kejutan kan?
Kembali ke masalah kekerabatan. Semula para pejabat tinggi Kepri ingin studi banding ke Abu Dhabi atau China. Saya lantas usul, sebaiknya belajar ke Jepang saja, yang sama-sama negara kepualauan dengan 6800 pulau. Kebudayaannya juga mirip. Namun yang tidak kalah penting, Undip sudah punya bekal berupa jaringan dengan Kyoto University dalam bidang energy science. Dan lebih penting lagi, menatu saya, Dr Nuki Agya Utama MSc, bekerja di sana, bisa jadi “liaison officer” alias perwira pendukung. Usulan saya kontan diterima. Jadilah kami berdelapan ke Kyoto, dijamu makan siang dan berbincang lama dengan Prof Kobayashi beserta seluruh gerombolannya. Saya mempraktikkan kaidah mixing bussiness with pleasure . Tugas utama seminggu untuk urusan bussines kerja sama. Saya perpanjang seminggu lagi di Kyoto untuk urusan pleasure, bercengkerama dengan anak-cucu-menantu tercinta.
****
Kekerabatan adalah faktor kunci dalam kesuksesan dan kebahagiaan hidup. Manakala hidup ini hanya untuk diri sendiri, maka kehidupan akan terasa sempit, terbatas, singkat, dan kurang bermakna. Namun jika kita hidup juga untuk orang lain, kehidupan akan terasa luas, tanpa batas, panjang, dan penuh makna.
….
Liding dongeng, marilah kita bina dengan baik kekerabatan dengan kawan, bawahan, dan atasan kita. Insya Allah, bertambahlah kebahagiaan, kesejahteraan, kedamaian, dan usia kita.
Sakmanten rumiyin atur kula, kepareng, nuwun.